TEKNOLOGI MARITIM DAN AGRARIS SEBAGAI PENDONGKRAK KESEJAHTERAAN INDONESIA
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia termasuk dalam kelompok G-20, kelompok Negara berkembang dan maju yang menguasai lebih dari 80 % perekonomian dunia. Indonesia merupakan satu-satunya Negara di kawasan Asia Tenggara yang masuk dalam kelompok yang diproyekasikan sebnagai pengganti peran kelompok G-7 di Dunia. Dalam rencana jangka panjang, Indonesia mencanangkan diri untuk tidak lama lagi meningkatkan status sebagai Negara maju. Beberapa Bank multinasional seperti Standard Chartered Bank (SCB) Indonesia mengeluarkan laporan yang menunjukkan potensi Indonesia di ekonomi global menjadi negara maju G-7 pada 2040 nanti. Dengan kata lain butuh 31 tahun lagi bagi Indonesia menyamai ekonomi negara Amerika Serikat atau Jerman. Berdasarkan angka pertumbuhan rata-rata tahunan dari negara-negara G-20 antara 2007-2008 dan asumsi bahwa pertumbuhan Indonesia akan meningkat tajam di 2012 maka Indonesia diperkirakan akan dapat melampaui misalnya Korea Selatan di tahun 2016, Jepang di 2024, Inggris di 2031 dan Jerman di 2040,
Pendukung dan penghambat
Entah analisa di atas hanyalah bualan belaka atau sebuah analisis prediksi terpercaya tentang masa depan Indonesia. Ada baiknya kita menganalisis terkait hal-hal pendukug maupun pelemah analisis tersebut.
Beberapa hal yang bisa membuat pede kita terhadap ramalan tersebut diantaranya banyak dan besarnya kandungan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, baik berupa sumber daya mineral tambang maupun minyak bumi dan gas alam. Letak geografis Indonesia yang dilalui jalur gunung berapi juga memberikan kesuburan tanah yang tinggi sehingga baik untuk pengembangan pertanian. luasnya perairan Indonesia seharusnya juga berkontribusi besar pada kemajuan dan kemandirian bangsa. Selain factor alam tersebut, sejak beberapa tahun ini stabilitas politik dan keamanan juga terkontrol. Hal ini adalah investasi amat penting untuk menarik modal dari Investor sehingga kekuranagn modal bisa dishare tanpa menghilangkan kedaulatan dan asas kemanfaatan rakyat dari pengelolaan swasta tersebut. Selain itu kepandaian manusia Indonesia juga tidak bisa diremehkan begitu saja. Dengan kata lain sebenarnya di Indonesia sudah (terlalu) banyak SDA maupun SDM yang merupakan bahan baku untuk menjadi Negara maju.
Namun, selain faktor pendukung di atas ada beberapa hal yang menjadi tantangan besar bangsa Indonesia agar bisa dikategorikan maju. Karakter manusia Indonesia yang terlanjur digambarkan sebagai pribadi malas, tidak disiplin dan konsumtif harus diubah secara mendasar. Selain itu perilaku kotor birokrasi pemerintahan juga harus benar-benar diberantas dengan penegakan hukum tanpa pandang bulu, peningkatan integritas dan kapabilitas pejabat negara serta prioritas progam pemerintah pada kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan perhatian pada lingkungan alam.
Solusi Teknologi
Peningkatan kemampuan teknologi mau tidak mau harus kita lakukan. Karena proses peningkatan teknologi sejatinya bisa berjalan jika sinergi antara kemajuan kualitas pendidikan dan moral, perhatian dan perlindungan pemerintah serta daya serap dan kebutuhan industri berjalan searah dan saling melengkapi. Teknologi tanpa adanya kemanfaatan sama saja melakukan riset yang gagal karena sesungguhnya teknologi dikembangkan untuk dimanfaatkan demi kemudahan hidup manusia. Teknologi yang hanya mengutamakan keistimewaan intelegensia manusia tanpa menghiraukan moral kemanusiaan hanya bakal menciptakan masalah baru bahkan bencana di masa depan.
Kemudian dengan terlebih dahulu mendefinisikan dan mengklasifikasikan keunggulan dan kelemahan kita diharapkan sasaran peningkatan teknologi lebih fokus dan sesuai kebutuhan. Selain itu sekarang ini bukan saatnya kita untuk memberi prioritas pada sektor-sektor yang perlu dikembangkan, yang dibutuhkan adalah fokus menggarap keunggulan lokal Indonesia dengan memperhatikan ketersediaan bahan baku dan prasarananya. Dengan fokus pada beberapa hal saja, diharapkan akan menjadi trademark tersendiri bagi Indonesia. Disini saya mencoba mengkerucutkan beberapa focus yang harus kita garap demi kemajuan dan kemandirian bangsa Indonesia. Yaitu sektor pertanian, dan maritime atau kelautan.
Di Sektor Pertanian
Sebenarnya kita sudah memiliki semua, tanah yang subur, varietas tanaman yang khas dan beraneka ragam serta tenaga ahli yang melimpah. Beberapa jenis buah tanaman dan sayuran bahkan bisa dikatakan endemik berasal dari Indonesia. Namun karena kurangnya pemanfaatan potensi tersebut ditambah lagi dengan kurang giatnya riset pertanian untuk menghasilkan varietas unggul,
Menurut mantan Menteri Pertanian Anton Apriantono, daya serap teknologi baru membutuhkan 6 tahun untuk sampai ketingkat penyuluh dan 8 tahun untuk ketingkat petani. Hal inilah seharusnya yang menjadi PR bagi para ahli teknologi pertanian Indonesia dan juga pemerintah daerah untuk mempercepat alih teknologi. Hal ini dilakukan untuk mempercepat ketertinggalan indonesia di bidang pertanian.
Indonesia jika lihat per wilayah amat berpotensi untuk menjadikan keunggulan daerah lokal sebagai sentra produksi pertanian yang tidak hanya tingkat lokal dan regional melainkan dunia. Semisal provinsi Riau dan sekitarnya sudah menjelma menjadi daerah penghasil kelapa sawit terbesar di dunia (menyalip Negara tetangga Malaysia). Namun sayang produksi yang dihasilkan sebagian besar berupa CPO (minyak sawit mentah) yang bernilai jual rendah, Ketimbang diolah terlebih dahulu sehingga menambah nilai jual. Selain itu provinsi Gorontalo yang sekarang ini sedang bergerak menjadikan daerahnya sentra produksi jagung yang sudah mampu diekspor ke luar negeri. Beberapa daerah di Indonesia juga berpotensi dijadikan sentra penanaman jarak, singkong dan tanaman penghasil bahan bakar nabati lainnya mengingat lahan tidur yang mencapai 7 juta hectare.
Di bidang Agrobisnis, Jawa Timur belakangan memproklamirkan diri sebagai provinsi agrobisnis. Hal ini tentu saja mudah dicapai jika pemerintah daerah dan perguruan tinggi fokus pengembangan riset teknologi pertanian mampu menghasilkan benih unggul.
Di sektor maritim
Sebagai bangsa Indonesia seharusnya kita bangga bahwa potensi kelautan dan perikanan Indonesia sangat menjanjikan bila dikembangkan untuk meningkatkan perolehan devisa negara maupun untuk kesejahteraan bangsa dan negara. Ibarat "mutiara terpendam" potensi kelautan itu belum banyak disentuh, mulai dari Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) maupun kawasan sepanjang pantai. Dari Sabang sampai Merauke dengan luas lautan sekitar 3,1 juta Km2, ZEE 2,7 juta Km2 dan panjang pantai 81.000 km mengandung potensi ekonomi yang bernilai ekonomis tinggi.
Namun tahukah anda bahwa tiap tahunnya kita merugi hingga 30 triliun akibat pencurian ikan illegal di perairan Indonesia. Pencurian ikan sangat berkaitan dengan negara asing yang memiliki industri pengolahan ikan tapi tidak memiliki bahan baku. Untuk mendapatkan bahan baku, hanya ada dua cara yang ditempuh negara itu, kerja sama atau mencuri. Beberapa Negara yang sering tertangkap nelayannya saat mencuri ikan di perairan Indonesia diantaranya Tongkok, Malaysia, Thailand dan Filipina. Untuk menekan hal itu, industri pengolahan ikan di Indonesia harus dimajukan. Karena selama ini banyak nelayan tradisional yang seringkali merugi akibat tidak bisa mengolah hasil tangkapan ikannya menjadi lebih bernilai jual.
Selain itu, menurut prediksai kandungan minyak bumi dan gas Indonesia ternyata masih cukup besar dan 80 % persen diantaranya tersimpan di perairan lepas pantai. Baru-baru ini survei geo-logi dan geofisika kelautan yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menemukan cadangan migas yang amat besar perairan ti-mur laut Pulau Simeulue, Aceh. Bahkan ini diperkira-kan yang terbesar di dunia, yakni 320,79 miliar barel. Namun karena letaknya yang di laut dalam (kedalaman 500-800 meter dari dasar laut yang mem-punyai kedalaman 1.100 meter) tentunya membutuhkan teknologi alat dan SDM mumpuni untuk dapat mengelolanya. Sehingga perlu digiatkan pengembangan riset teknologi untuk eksplorasi pada perairan dalam, yang pada akhirnya diharapkan agar pengelolaan dan pemanfaatannya 100 % berasal dari putra-putri Indonesia sendiri. Pemerintah perlu memberi insentif lebih pada riset teknologi eksplorasi laut dalam.